Keesokan harinya, Laura bangun uring-uringan.
Bawaannya kesel mulu liat orang. Apa-apa salah. Pas nyetir
berangkat ke kampus, gradak-gruduk
kayak sopir metromini.
O ya, Laura emang kuliah lagi, ngambil master. Post graduate
gitu deh kalau nurut kurikulum Aussie. Dulu waktu di Wollongong kan ambil under
graduate. Apa itu post graduate, apa itu under graduate?
Udah deh, kagak bakal penting dibahas.
Itu masalah kurikulum perguruan tinggi yang berlaku disini.
Gitu?
Iyalahhh, ngapain juga bahas yang ginian kan.
Kita bahas aja kenapa Laura uring-uringan.
Pasalnya tak lain dan tak bukan adalah Noel yang tak kunjung
kasih kabar. Di BBm Cuma nongol symbol ‘D’, tanda belum dibaca, jelas?
Udah gitu pagi harinya barulah Noel ‘cuap-cuap’ lewat BBM
call, “ Sorry banget ya, semalam gue udah tepar..”
“ Bodohh!” Laura manyun. Cewek berparas ayu itu emang paling
kesel kalau diingkari janji.
“ Jadi marah nih..?” Ledek Noel.
“ Pikir aja sendiri!” Ketus Laura sambil menutup BBM call.
Noel jadi merasa serba salah. Dia nyoba kirim BBM text..
” I’m so sorry..” tulisnya beserta emoticon ‘nyesel’. Tapi
begitulah Laura, terlanjur kesel. Akibatnya Cuma ada alphabet ‘R’, tanda
dibaca, tapi gak dibalas. Noel jadi tambah merasa bersalah. Nurutnya symbol
status messenger tak perlu harus ditunjukkan kayak gini kali. Emang dalam
beberapa kasus amat membantu, tapi di sisi lain symbol status gini bisa tambah
memperuncing masalah.
Nurutnya yang membuat inovasi kayak gini, setidaknya untuk
saat ini, dianggap bego. Nambah-nambahin masalah aja.
Untuk saat kayak gini lebih baik percakapan dengan teknologi
SMS. Tak perlu tau lawan udah membaca atau belum.
Noel paling gak bisa, melihat orang yang dikirimin pesan
BBM, trus udah dibaca, tapi dicuekin gitu. Seolah gak menganggap penting arti
pesan teks canggih itu. Lebih baik dia gak tau, kalau orang itu udah baca dan
nyuekin dia. Kalo tau gini kan dia ‘ngenes’. Tau ngenes gak? Sedih, tapi tak
bisa berbuat apa-apa. Mungkin gitu arti ngenes, mungkin lhoo…
Ngenes tuh ya kayak mereka berdua. Baru juga kenal udah pada
uring-uringan. Bahkan saking keselnya sampai bawa mobilnya ngaco. Ketika di
samping shelter buslane, di zebra cross tepatnya, ada orang nyeberang, tetep
aja ngelonyor. Hampir saja dia nabrak. Yang akan nyebrang kaget.
“ Hooiii..” pekiknya.
Tapi dasar Laura, dia tak mau kalah. Dia lebih galak, “ watch
out, son of bitch!!” pekiknya sambil kepalanya melongok keluar jendela.
“ hah?!” yang disumpahin kaget bukan kepalang!
Ampunnnnn!
Dunia ini penuh dengan segala hal yang tak kita pikir akan
terjadi.
“ Kamu udah salah, galak lagi! Dasar Indon!” Ucap Noel rasis
lagi kasar, ucapan ‘Indon’ kalau disini sangat kasar. Kalau mau yang lebih
halus ‘Indo’, tanpa huruf ‘N’ di belakangnya.
Tapi sejak kapan huruf ‘N’ bisa member tekanan pada satu
kata untuk menjadikan kata itu leih kasar ya? Ahh udahlah….berucap gitu Noel bukannya
marah beneran, tapi pura-pura.
Laura segera menepikan mobil dengan muka galak, “ Sini loe,
brengsek!” Entah sejak kapan Laura jadi temperamen. Kayaknya dia lagi kesel
banget. Bisa jadi emang saat ini sedang dapat ‘jatah’ siklus bulanan.
“ Kamu tuh ya, janji-janji ngabarin kalau udah sampai rumah,
tapi malah gak balas BBMku. Kesel tau nggak?”
“ Aku kan udah bilang capek?” Noel berusaha membela diri.
Beberapa orang yang melintas bingung melihat dua anak
manusia berantem pakai bahasa ‘wayang’. Beberapa pasangan saling pandang dengan
pasangannya dan angkat bahu sambil mentertawakan ulah mereka.
Akhirnya mereka saling diam, saling pandang. Hampir saja
airmata Laura jatuh. Noel menatap Laura tak mengerti. Kenapa hal sepele aja
demikian membuat Laura marah.
“ Kamu tau nggak sih, aku begitu kawatir kalau pertemuan
kita kemarin itu akan jadi pertemuan terakhir, kamu akan menghilang dan kamu
anggap semalam itu hanya one nite affair. Kamu tau, aku takut kehilangan kamu?”
Ucap Laura sejadi-jadinya. Tubuhnya terguncang. Noel merengkuhnya.
“ Udah, ini aku. Semalam itu bukan one nite affair. Aku akan
selalu ada untukmu..” ucap Noel asal. Laura lega.
“ Kamu tuh lain kali kalau di BBM balas kek. Sekarang kamu
mau kemana?”
“ Aku mau kerja lah. Tuh kantorku..” Noel menunjuk sebuah
show room Holden di seberang jalan.
“ Kamu kerja apa?”
“ Aku teknisi, konsultan teknisi tepatnya. “
Laura berangsur mundur. Tak mengerti. Kini Noel bener-bener
persis Tommy. Bahkan skill mereka sama.
“ Kamu suka balapan juga?” Laura ragu mengucap itu.
“ Iya, kenapa?” Noel bingung.
“ Tidak…tidak okay, aku ke kampus dulu, take care ya..”
Laura gundah, meraih wajah Noel, berjinjit dikit dan mengecup bibir Noel.
Noel kaget. Status belum jelas main cipak-cipok aja.
Tapi..ya enak sihh, hihihihi. Pagi-pagi sarapan cipokan. Hussshhhhh
Pas lagi kerja, hape Noel bordering. Sasha..
“ Ya kenapa Sha?”
“ Kamu udah di kantor? “ ucap suara diseberang.
“ Udah, kenapa?”
“ Aku ntar pulangnya telat. Tapi di kulkas masih ada ayam.
Kalau mau makan masak aja sendiri ya..dagghhh” klik, telepon putus.
Sasha, room mate Noel.
Room mate?
Ya iyalahhh, room mate. Di sini wajar aja kok punya room
mate lawan jenis. Yang jadi pertanyaan malah kalau room mate kita sesame jenis.
Mengingat keberadaan orang yang menjalin hubungan sesama jenis bukan hal yang
aneh disini. Hanya saja emang hukum pernikahan di Aussie belum mengakui
pernikahan sesama jenis. Jadi kalau emang pasangan sesama jenis pengin
melegalkan hubungan mereka, ya pergi ke tanah moyangnya sana, di England.
Lagian, room mate lawan jenis kalau gak ngapa-ngapain juga
gak ada masalah kan?
Hanya saja hubungan Noel dan Sasha rada-rada rumit. Dulu
mereka Cuma berteman. Akrab sih. Tapi mereka gak punya komitmen apapun.
Beberapa bulan lalu sih Sasha menjalin hubungan dengan orang Asia. Tapi mereka
barusan putus. Saat itulah Noel tambah dekat.
Beberapa waktu lalu Noel kan jatuh dikamar mandi tuh, Sasha
nolongin. Ya udah Cuma nolongin aja, gak ngapa-ngapain. Jadi jangan berfikir
ngeres, gak bakal ada yang membahas itu kok. Heheheh
Tapi sejak saat itu Noel jadi sedikit berubah. Dulu tuh
orang periang dan perhatian, sekarang jadi lebih pendiam. Agak acuh. Dan lebih
aneh lagi, banyak hal yang Noel lupa. Contohnya, ketika dia minta lagi nomor
telepon Sasha. Padahal mereka udah dua tahun lebih tinggal bareng kan.
“ Kehapus, “ gitu alasan Noel.
Sasha menggeleng-gelengkan kepala.
Sasha emang sejak putus mencoba lebih dekat dengan Noel.
Siapa tahu jodohnya ternyata Noel. Bukan orang jauh. Tapi justru ketika Sasha
mendekat Noel jadi orang yang aneh. Seolah Sasha merasa Noel orang yang baru
dalam hidupnya.
“ Sa, sepatuku dimana ya? “ begitu satu saat Noel Tanya
ketika mau kerja. Padahal selama ini Noel orang yang ingatannya kuat. Dia tau
persis, hafal persis letak sepatunya yang selalu diletakkan di sisi sofa ruang
tamu.
Gegar otak kali?
Yeyyy! Lha wong pas jatuh tuh dengkul Noel yang nyusruk
dilantai kamar mandi kok. Buktinya dengkulnya yang di perban, bukan kepalanya.
Otaknya di dengkul kali..?
Yeyyyy, Noel jenius tau.
Sekarang Noel sedang bekerja.
Seperti biasa, di show room mobil made in Aussie itu pagi
hari terlihat kesibukan yang rilex. Rilex tapi serius. Tak tampak orang tegang
walaupun emang mereka serius menangani masalah pekerjaan yang ada.
Noel Naruh tas di locker setelah sebelumnya mengambil isi
tas berupa Laptop. Bergegas Noel menuju Dyno meter. Semacam alat untuk mengukur
kemampuan mesin mobil berteknologi tinggi. Kemarin ada yang antri inden check up Holden Active. Sebuah middle SUV, kalau
di Indo namanya Chevrolet Captiva. Noel segera memberi isyarat assisten untuk
menaikan mobil ke Dyno meter.
Menyiapkan Blower yang akan ‘meniup’ mobil dari bagian depan
sebagai simulasi hembusan angin ketika di jalan raya.
Pas lagi konsen, tiba-tiba mata Noel tak sengaja,ngeliat Volvo S40 masuk halaman Show room. Mulanya
Noel cuek. Tapi ketika sang pengemudi turun, mata Noel terbelalak.
“ Laura..” Desisnya tanpa sadar.
Noel diem, pura-pura tidak melihat. Tapi ketika resepsionis
memanggil, Noel tak bisa mengelak.
“ Somebody wanna meet
you, engineer..” Canda Sharon, bule tengil sahabatnya. Noel angkat bahu,
bergegas menemui Laura yang sudah duduk di Lobby.
“ Somebody new? “ lanjut Sharon, Noel angkat bahu (lagi).
“ Hallo La…” sapa Noel memperlakukan Laura kayak customer.
“ Hi..Noel..”
Laura sejenak menghela nafas.
Wajahnya tampak nggak karuan. Something like galau. . “ Ehem..”
Laura mengawali kalimatnya. Tapi bibirnya seperti kelu. Tak mampu berucap
apapun kecuali ‘ehem’ barusan.
“ Masih mau marah? “ canda Noel.
“ Tidak.”
“ Lalu?”
“ Ya…aku mau tau kamu disini..” ujar Laura asal. Tak tau apa
itu the right word to right person atau tidak. Pokoknya asal ucap aja.
“ Terus kalau udah tahu? “ Noel makin penasaran.
“ Kamu udah sarapan kan? “ Laura mengalihkan topik.
“ Udah, tadi sarapan dibikinin sama room mate..” Noel asal
jawab juga. Dia nggak mau bohon atau menutupi sesuatu.
“ Oww…” hanya itu yang bisa diucap laura untuk kesekian
kali. Kalimat pendek dengan penekanan mengambang. Tanpa makna apapun. Buat
Laura secara pribadi itu bisa berarti ‘whatever’. That’s all..
Yeah..that’s all. Karena kini dia tak peduli apa tatus Noel.
Apa masih single, double, atau triple sekalipun. Kini Laura seperti menemukan
Tommy-nya dalam wujud lain.
“ Kamu kuliah, atau….” Noel menelisik wajah Laura.
“ Ya, saya post graduate di Macquaire..” Laura menelan
Ludah, “ Kamu pulang kerja jam berapa? “ lanjutnya.
“ Kalau nggak over time sih jam 5 an lah. Tapi kalau
overtime bisa jam 8 malam, kenapa?”
“ Ada waktu buat makan malam kan? “ Laura merapikan letak
tas, siap-siap pergi.
“ Tunggu, jadi kamu kesini cumapengin cek aku, atau..”
“ Ya aku pengin yakin kan bahwa aku tau kalau kamu ngantor
disini..”
“ Heheheheh…” Noel hanya tertawa sambil geleng-geleng.
Suasana pagi menjelang siang di jantung Sydney masiah
seperti kemarin, kemarin, dan kemarinnya lagi. Setidaknya itu buat Noel. Sibuk.
Kadang terasa jenuh, membosankan.
Apalagi ini awal pekan, it’ a Monday. Ada yang bilang Monday
tuh money day. Itu bagi enterprenuer. Bagi bos. This is the day to make money.
Tapi tidak bagi buruh macam dia kan. Well, apapun deskripsi pekerjaannya tetap
aja dia harus bekerja secuai rule yang ditetapkan big bos kan.
Dan pagi ini, seolah kejadian barusan seperti oase di padang
pasir. Ditengah kebosanannya menghadapi pelanggan yang biasanya agak bawel,
datang bidadari, yang entah darimana, dia tak peduli. Yang penting dia bisa
member selingan diantara kebosanan awal pekan.
Laura masih diam.
Tatapan matanya entah bermakna apa. Sharon yang sesekali
melirik mereka tersenyum simpul. Kadang angkat bahu mendengar sayup percakapan
dua makhluk ‘asing’ yang yang asing dengan bahasa yang tak dia mengerti.
“ Coffee or something, engineer..? “ ledek Sharon dari jarak
sekitar lima meter. Ucapannya bisa bermakna ngeledek atau ngingetin Noel, bahwa
dari tadi tamunya hanya diajak ngobrol tanpa sesuatupun untuk membasahi
tenggorokan.
“ Thanx…sharon. ..” Noel melambaikan tangan. Laura mana
doyan kopi dengan grade jatah pekerja macam dia. Sharon aja yang gak tau siapa
Laura.
“ La…kamu tadi udah sampe kampus, kenapa balik?”
“ Aku penasaran sama kamu, tau? Kamu nih pura-pura bego ya?
“ ucap Laura terus terang.
Noel membuang pandang. Berfikir, apa yang istimewa yang ada
dalam dirinya. Sehingga dengan satu pertemuan aja Laura udah dibuat penasaran.
Tak ada yang istimewa.
Bahkan seorang Shasa pun memilih mencari cowok diluaran
daripada harus pacaran dengan dirinya yang kebetulan room mate.
Shasa emang lumayan cantik.
Wajar memilih cowok mapan, mahasiswa kelas menengah dari
Indo juga, daripada harus menjalin hubungan dengan Noel yang hanya seorang
pekerja asing disini.
Tapi Laura lebih manis, lebih cantik, lebih anggun, dan
kalau dilihat tampangnya lebih pintar dan..kaya! hehheeh
Kalau mau ge-er dikit, Noel boleh lah membanggakan diri
dihadapan Shasa. Kini Noel bisa mencari yang lebih daripada Shasa.
Emang Noel pernah naksir Shasa?
Entahlah. Tapi waktu itu ada rasa gimana gitu ketika Noel
tahu bahwa Shasa punya cowok. Sedangkan dia harus jomblo di negeri orang.
Kasihanbanget kan. Akhir pekan Noel hanya diisi dengan duduk-duduk di Bondi
beach, sambil main gitar.
Singin’ old songs about loving somebody.
Mungkin hanya itu yang diarsa Noel, rasa ‘iri’. Apalagi
semenjak punya cowok Shasa sering pulang telat. Untung bukan datang bulan yang
telat. Heheheheh
Padahal sebelum punya cowok mereka akrab, walau hanya
sebatas teman. Room mate. Sepulang kerja dari restoran Shasa biasanya bawa
sekedar makanan Indo untuk makan malam berdua. Sambil makan biasanya mereka
becanda, bertukar cerita.
Tapi sekarang mana ada?
Boro-boro dibawain rendang, atau semur daging kayak
biasanya. Yang ada sepulang kerja Shsa langsung masuk kamar, cuci kaki, gosok
gigi, ngorok.
“ Bawa makanan apa Sha? “ Tanya Noel satu ketika, karena
Noel lapar, kebetulan lupa beli makanan.
“ Tadi sih bawa, tapi cowokku jemput kan, jadi kami makan
berdua. Loe cari aja makanan, mumpung belum terlalu malam, “ tandas Shasa
sambil berlalu. Makin cuek. Noel pengin gondok, tapi gak berhak gondok kepada
orang yang bukan siapa-siapanya kan.
Noel menghela nafas, angannya kemana-mana. Jadi lupa kalu
dihadapannya ada Laura yang sedari tadi memperhatikannya.
“ Jadi bisa gak kita pergi ntar malam?”
“ Bisa dong…tapi..”
“ Tapi apa?”
“ Kamu jemput aku kan? Disini atau Blacktown?”
“ Kamu BBM aku aja, pulang jam berapa. Aku jemput kamu,
okay? “ Laura berdiri.
“ Ya udah..makasih buat waktunya ya La..” Noel sumringah.
Laura tambah ceria bisa melihat Noel gembira.
Bersambung