Antara Sastra, imajinasi, dan Pegawai Negeri

Pas saya lagi duduk disisi jendela, memandangi langit penuh bintang, secangkir kopi pun menemani. Saya lagi 'sibuk' cari inspirasi. Saya coba-coba sambil baca novel-novel karya Sidney Sheldon atau pun Kahlil Gibran. Barangkali ada ide dari sana.
Novel habis, kopi habis, rokok habis, ide pun tak ada.
Apa saya kurang bisa memahami tata bahasa ya?
Hhhmm..saya inget-inget kapan saya mulai belajar sastra. SD, SMP, SMA..atau kuliah..Ahhh!
Waktu SMP saya bandel. Saking bandelnya, sering ketika pelajaran bahasa Indonesia saya yang waktu itu duduk di bangku belakang tidur!
Guru bahasa Indonesia, beliau udah Almarhumah, namanya Bu Andri, sampai kehabisan kata-kata 'menasihati' saya.
Sebagai gantinya, beliau selalu berucap, " Le..le, awakmu nyawang masa depanmu pora klemun-klemun ngunu Le? Po kowe ra pengin, kerjo koyo ibu ngene, budal isuk, mulih awan, ngenteni bayaran..tanggal enom nyekel duit.."
Ujar beliau dalam bahasa Jawa. artinya mungkin gini, " nak..apa kamu nggak gamang ngeliat masa depanmu?. Apa kamu gak pengin kerja kayak ibu gini, berangkat pagi, pulang sore, nunggu gajian, tiap tanggal muda pasti pegang duit..."
Bagiku itu nasihat paling mulia dari seseorang yang udah kehabisan kata untuk orang yang hanya muridnya, dan tanpa tendensi apapun. Saya yakin, kalaupun saya berhasil mengalahkan tantangan hidup, beliau gak dapat apa-apa kok.
Tapi saya harus menyanggah, bahwa hidup kayak gitu bagi saya kurang tantangan. " Kurang menantang, Bu.." Mungkin itu yang akan saya ucap kalau waktu itu saya di posisi benar, dan punya cukup keberanian untuk berucap. Tapi sayangnya saya salah, dan tak punya cukup keberanian untuk berucap.
Lagian, kalau seperti yang ibu guru katakan tadi di aplikasikan jaman sekarang, udah gak relevan kali ya.
Kenapa,guru sekarang udah bukan kayak gitu kerjanya, guru sekarang dituntut harus lebih smart than the past when we was young. Anak sekarang lebih kritis, pernah kan saya tulis waktu itu anak tetangga yg msh SMP nanya ke saya, apakah komunism itu identik dengan atheism. Dengan susah payah saya cerita apa itu komunisme, Marxisme, dan membias kemana2, membias kenapa Komunis yang ada di Indo ini disebut dan identik dengan Atheism. Itu baru anak SMP lho yang tanya, lha kalau ngajar SMA betapa lbh kritis pertanyaannya ya. Pun demikian dengan pegawai negeri. Gak segampang yang digambarkan si Ibu tadi job desk-nya. Gak datang pagi, pulang sore, gajian, bukan gitu PNS sekarang. PNS ( setidaknya di DKI) dituntut berprestasi. Dituntut kerja profesional, melayani masyarakat selayaknya melayani Costumer
Sebaliknya, kalau 'bandel', pemecatan pun menanti. Bahkan di DKI ini ada beberapa Lurah yang mundur karena tak kuat terhadap pressure. Beneran...
Jadi cara pandang terhadap PNS kayak yang disampaikan si ibu tadi separo bener, separo salah.
Benernya, ya karena niat mulia beliau untuk terus ngingetin saya yang hobby tidur pada pelajaran bahasa indonesia.
Salahnya, konteks kalimat cara pandang terhadap PNS udah gak relevan dengan kondisi jaman.
Tapi toh..(Ehemm) seandainya beliau masih hidup, akan sering tersenyum membaca tulisan-tulisan di blog saia.
Beliau akan tanya, " duhhh..anakku, kok kamu bisa nulis ya. Padahal waktu pelajaran ibu dulu kamu bandel lho Le. Dan kamu ternyata kok ya bisa 'hidup'.."
Mungkin saya juga akan jadi bahan rasan-rasan di SMP Negeri 1 tercinta.
Saya tambahin lagi ya.." Bu, imajinasi lebih berarti dari sekedar ilmu pasti. Semua di mulai dari mimpi Ibu guruku tersayang. Dan saya emang pemimpi, tapi ananda bukan satu-satunya di dunia ini. Ibu tahu kan, untuk bisa mimpi orang perlu tidur. Kalau mimpi tapi gak tidur, itu namanya nglindur, mengigau, Bu..."
Tribute to Ibu Andri, guru bahasa Indonesiaku. Semoga Ibu tenang disana ya bu...Aminn..