![]() |
Grafis: Pribadi |
Oleh : YS Pujiono
Bus malam melaju membelah dinginnya malam. Fernando biasa
dipanggil Nando gelisah diantara sekian puluh penumpang lain yang terlelap ke
alam mimpi. Di samping tempatnya duduk, seraut wajah ayu yang tak dikenalnya
masih terjaga. Pandangan matanya ke luar jendela yang gelap, sekelam malam.
Ssshh... Nando mendesis kedinginan. Berusaha merapatkan jaket jeansnya. Tapi rupanya
tak mampu mengusir dingin hawa AC. Tubuh seratus tujuh puluh lima sentimeter itu
beranjak berdiri untuk menutup blower Ac. Naas, bus mengerem tiba-tiba. Hampir saja dia terjengkang dan terantuk seat di depannya.
Tapi...
Tangan lembut dan hangat memegang pundaknya.
“
Oups!”
Serunya tertahan.
" Maaf..." Hanya itu yang terucap sembari
malu-malu.
Si manis Cuma tersenyum. Diantara temaram lampu kabin
masih tampak manis. Cukup menghibur lara hati Nando.
" Sendiri? " pertanyaan konyol. Udah tahu
sendiri...
" As you see..." Jawab si manis.
" Dingin banget Ac-nya..." Keluh Nando.
" Gak kuat dingin? "
Nando hanya angkat bahu. Diluar rintik belum juga berhenti. Suasana sebenernya indah. Lampu-lampu
berkelip-kelip dikejauhan sana. Bus melaju diantara persawahan. Entah
dibelantara mana, mereka tak peduli.
" Mau turun mana nih...hhmmm, mbak..." Sampai
disitu Nando menggantungkan kalimatnya. Menunggu persetujuan di manis ini,
maunya dipanggil apa.
" Owh, saya Nancy.." Tangan mungil itu terulur,
Nando menyambut dengan jabatan hangat.
" Nando, Fernando..."
" Fernando? " Mata bulat itu mendadak berbinar.
Nando tak tahu apa arti pandangan itu. Pokoknya indah aja. Tak perlu ada alasan
kenapa dia menunjukkan keindahan itu. Toh Tuhan menciptakan dunia yang indah
ini hanya untuk manusia, dan nggak ada alasan tertentu kenapa Tuhan
menciptakan.
Manusia pun tinggal menikmati aja segala yang ada didunia
ini dengan segala kondisi dan siklusnya. Tak perlu meneliti hal- hal yang nggak
perlu diteliti serta mempertanyakan kepada Tuhan, "kenapa?"
Kenapa kita lahir, kenapa dan bagaimana kita hidup, serta
kemudian kembali berkalang ditanah Tuhan, nggak perlu kita pertanyakan itu.
Termasuk bagi yang jomblo, tak perlu bertanya kenapa Tuhan tak kunjung kasih
pasangan. Jangan kawatir, Tuhan pasti kasih kok. Itu janji Tuhan. Dan Tuhan
selalu menepati janjiNya. Emang manusia, ingkar mulu. Sok tahu mulu, dan kadang
lancang. Meneliti hal-hal yang udah Tuhan ciptakan untuk hal-hal yang kadang
gak berguna.
Soalnya pernah tuh, ada profesor yang meneliti bahwa
kecoak bisa hidup sepuluh hari dengan kepala terpenggal.
Nah, lalu apa faedahnya buat kehidupan manusia?
Apa kita tambah ganteng atau cantik kalau kecoa bisa
hidup sepuluh hari tanpa kepala.
Nah, lalu ada lagi profesor kurang kerjaan yang juga
meneliti kehidupan para serangga. Katanya serangga nggak bisa merasakan sakit. Kalau serangga nggak bisa merasakan sakit, kenapa semut
menggigit kita, padahal Cuma kesenggol dikit! Kenapa coba... ?
Biar apa coba?
Biar kita nggak coba-coba menyakiti serangga, karena akan
mubazir, gitu?
Itulah manusia.
Dan saat ini Nando hanya perlu melihat beliakan mata
indah itu tanpa perlu tanya kenapa mata itu indah.
" Can you hear the drum, fernando..? "
" I remember long ago another starry night like this.." Nando meneruskan lirik lagu legendaris ABBA itu. Kini dua
sadar, kenapa mata itu berbinar. Rupanya dia menyukai itu.
" Kamu suka Abba ya..?"
" Dulu waktu opa masih ada, beliau suka nyanyi
lagu-lagu ABBA.."
" Opa? Kamu keturunan suku tertentu?" Dahi
Nando mengernyit tanpa bermaksud rasis.
" Iya, suku Jawa.."
Mereka ngakak berjamaah.
Tawa yang riang.
Bus malam masih melaju dengan tenang. Mereka menikmati
ayunan Air Suspension yang lembut. Tak lama mereka pun terlelap. Terlena dengan
mimpi masing-masing.
Mereka lelap? Tidak dengan Nando. Cowok itu tampak gelisah tak menentu. Sebentar-bentar
menghela nafas.
Tiba-tiba...
Klik!
Suara pisau lipat Made In Swiss terbuka. Sejurus kemudian
sudah menempel di leher Nancy. Merasa ada benda dingin menempel dileher, Nancy
terbangun. Belum genap kesadarannya, " Sstt...keep silent. Serahkan gadget, dan
dompetmu beserta isinya, dan kamu akan aman!" Gertak Nando setengah
berbisik.
" Nando...apa-apaan ini..?!" Nancy bergidik
menahan dingin, antara udara AC, pisau yang nempel dileher, terbalut sempurna
dengan rasa takut yang bukan kepalang.
" Turuti kataku!" Ulang Nando.
Nancy mengeluarkan seluruh benda yang diminta Nando.
Dengan cekatan setengah gemetar Nando memasukkan benda-benda beserta uang yang
diminta kedalam saku jaket Jeans-nya. Selanjutnya Nando merangkul pundak Nancy. Tanpa Mamfo sadari, sebenernya
Nancy tidak takut dengan apa yang barusan diperbuat Nando.
Nancy hanya perlu tahu, kenapa Nando melakukannya, itu
saja.
Benarkah Nando bajingan yang pura-pura jadi penumpang.
Benarkah Nando kerjaannya emang kayak gini?
Dari tampangnya Nancy tak yakin. Tapi bukankah dunia ini penuh dengan segala kemungkinan yang kita
seringkali tak tahu. Bukankah dunia ini penuh misteri..
Tangan kokoh Nando masih merengkuh pundak Nancy. Tapi
rengkuhannya jauh dari kesan sangar, diam-diam Nancy menikmatinya.
" Kenapa kamu melakukannya, Nando..? Kalau
kamu minta baik-baik juga aku kasih..."
Nando hanya diam. Tak sepatah kata pun terucap.
Bayangan demi bayangan berkelebat. Tak peduli... Nando sama sekali tak peduli. Dia hanya butuh duit..itu saja.
Tanpa terasa Adzan Subuh berkumandang. Perjalanan sampai disebuah kota
kecil di pesisir utara propinsi Jawa Timur.
Mereka turun, " Kamu boleh lapor polisi sesudah kita berpisah.." Bisik Nando ditelinga Nancy.
" No, i won't...i just need my SIM Card inside my
iphone. I need this, give it to me, please," Nancy memohon.
Nando mencari peniti dan menusukan slot kartu SIM untuk
mengeluarkan kartu SIM yang ada di iPhone dan memukurkan kepada Nancy.
Nanar mata Nancy menatap mata Nando. Masih tak percaya
pada kejadian yang barusan dia alami. Nancy tak menyesal. Tak pula tak rela.
Nancy rela. Tapi Nancy tak habis pikir. Kenapa Nando melakukannya? Hanya itu
yang sedari tadi berkecamuk otak Nancy. Mungkinkan Nando setan berwajah
malaikat, Serigala berbulu Domba, atau koruptor berwajah pendeta?
Tak tahu..
Nancy tak peduli lagi.
Nancy berjalan menuju mobil keluarga yang sudah menunggu
ditepian terminal bus Antar kota.
Sebenernya Nando bukannya senang.
Tapi....
Telepon genggam Nando berdering, " Nando, sudah
sampai mana? Jangan lupa bawa obat yang emak pesan ya, Nak..."
Hati Nando hancur.
Untuk inilah Nando melakukan semuanya. Untuk emak.
" Nando..." Suara diseberang terdengar lagi.
" I..iya emak, Nando sudah di terminal, nanti
siangan dikit Nando beliin obatnya ya, Emak..." Ucap Nando lembut.
Nando tak sadar, entah kapan dan gimana caranya, Nancy
sudah berdiri dibelakangnya. Nguping ucapan Nando ditelepon.
" Kalau kamu cerita dari awal, aku akan bantu kamu
beli obat buat emakmu, Nando...tak perlu memakai cara Barbar kayak
gitu..." Mata Nancy berkaca-kaca.
Nando terkesiap. Sontak tubuhnya berbalin, menatap Nancy
yang sudah berdiri sambil melipat tangan.
Nando tergugu.
" Ma...maaf.." Tiba-tiba, entah kekuatan darimana, Nando memeluk Nancy.
" Aku antar kamu pulang.." Bisik Nancy.
Setiba dirumah... Suasana sepi. Masih kayak pagi-pagi yang lain. Seperti dulu, beberapa tahun
lalu ketika Nando beranjak dari halaman rumah ini dan merantau. Bau pasir putih
khas pantai tercium dati pelataran. Beberapa pot bunga menggelantung di teras
menambah asri halaman rumah.
" Emakk...!" Pekik Nando tak sabar. Belum ada jawaban. Nando membuka pintu, alangkah kaget melihat emak terkulai lemas dikursi
rotan yang sudah usang.
" Emakkkk!"
Nando memeluk emak, " Bangun, Emak...ini Nando bawa
duit buat beli obat yang emak pesan! " Nando memeluk emak sesenggukan.
Nancy hanya terpaku ditempatnya berdiri.
Artikel Humor : Para Yahudi Yang Mengubah Peradaban Dunia